Selamat Datang di Website Resmi

SMK TEXMACO SEMARANG





Blog 07 November 2019 / Hubinmas

Re-skilling

Jika Anda menjadi guru hanya sekedar transfer pengetahuan, akan ada masanya dimana anda tidak lagi dibutuhkan karena Google lebih cerdas dan lebih tahu banyak daripada Anda. Namun jika Anda menjadi guru juga mentransfer adab, ketakwaan dan keikhlasan maka Anda akan selalu dibutuhkan karena Google tak memiliki semua itu

- KH. Dimyati Rois -

 

Pasca pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 yang diikuti dengan Pelantikan Menteri “ Kabinet Indonesia Maju “ jilid II membawa angin segar bagi kehidupan bangsa Indonesia. Wajah-wajah baru pemangku jabatan di jajaran kementerian membawa harapan baru untuk Indonesia yang lebih maju dalam berbagai hal. Sosok “ muda “ pun banyak dilibatkan dalam jajaran tersebut , termasuk diantaranya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah diamanahkan oleh wajah baru sang Founder Ojek Online “ GoJek “.

Mungkin banyak yang mempertanyakan skill yang dimiliki oleh para menteri baru yang akan membantu kinerja Presiden Jokowi di 5 (lima) tahun yang akan datang. Termasuk dengan wajah baru “ Mendikbud “ yang lebih dahulu dikenal dengan bisnis ojek online “ Gojek “ nya. Namun itulah kenyataan yang harus di terima dengan legowo. Bahkan bisa jadi di lima tahun mendatang akan ada istilah baru “ re-skilling “ yang akan banyak terdengar di lingkungan masyarakat.

Banyak pakar dan pengamat yang sudah memprediksikan akan adanya gelombang disrupsi baik di dunia kerja maupun dunia pendidikan. Pekerjaan seperti teller, ticketing, pramusaji dan lain-lain semakin sedikit. Sebagian pekerjaan yang semula dikerjakan oleh manusia  sudah tergantikan dengan mesin yang beroperasi secara digital. Pendidikan tinggi tidak lagi diminati karena menjadi kurang relevan. Dosen hanya dibutuhkan untuk mencetak dosen, ilmuwan, dan para peneliti. Skill atau keahlian yang tinggi tidak hanya diperoleh dari ruang kelas, tetapi bisa juga didapatkan secara virtual di dunia maya. Hampir segala sesuatu bisa dicari dengan mesin pencari “Google “. Jika guru dalam kelas tidak memberi pengetahuan dan keahlian yang lebih baik dari mbah Google, siswa akan bosan dan cenderung tidak berminat mengikuti proses pembelajaran dalam kelas.

Tidak bisa dipungkiri maju mundurnya bisnis suatu perusahaan bergantung pada sistem manajemen dan kebijakan internal perusahaan. Adanya pengurangan tenaga kerja, perusahaan yang harus menghentikan operasionalnya ataupun maraknya perusahaan yang harus diambil alih kepemililkannya karena mengalami pailit  sangat berdampak pada nasib tenaga kerjanya. Tidaklah mengherankan jika orang yang kehilangan pekerjaan akan mencari pusat-pusat pelatihan yang menawarkan keterampilan baru dan sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja saat ini.

Demikian juga dengan para pencari kerja baru yang merasa waktu tunggu bekerjanya terlalu lama karena pendidikan yang ditempuhnya tidak lagi sesuai dengan zaman. Re-skilling center atau pusat pelatihan kembali akan menjadi jauh lebih populer dari pendidikan umum atau perguruan tinggi. Mengapa?

Banyaknya orang yang menginginkan alih profesi akibat PHK atau pun merasa bidang keahliannya tidak lagi dibutuhkan oleh pasar akan mengalami beberapa kesulitan.

Pertama, mereka akan bertanya-tanya tentang bidang keahlian apa yang sesuai dengan minat dan bakat mereka sendiri sekaligus dibutuhkan pasar kerja. Kedua, mereka akan mencari-cari tempat untuk mendapatkan keahlian baru tersebut. Ketiga, berapa lama mereka harus menempuh pelatihan dan berapa biaya finansialnya selama pelatihan.

Untuk menjawab masalah pertama dan kedua, pastinya pemerintah, BUMN, dan swasta harus menyediakan ribuan BLK baru serta melakukan revitalisasi sistem pendidikan. Ini yang harus menjadi fokus pembangunan lima tahun ke depan. Fokus pembanguan manusia adalah pada re-skilling. Itu pun bukan perkara mudah.

BLK harus dibangun secara tersebar dengan tenaga pelatih yang berstandar internasional. Mungkin ada baiknya untuk memperluas cakupan kerja SMK dan sekolah vokasi di berbagai perguruan tinggi.

Mereka tidak hanya mendidik dan melatih siswa atau mahasiswa, tetapi juga memberikan pelatihan secara modular. Pendidikan vokasi sekarang ini terlalu lama untuk ditempuh bagi yang ingin mendapatkan keahlian baru. Kita harus bisa melakukan re-skilling dengan waktu tidak lebih dari tiga bulan saja.

Revitalisasi juga harus dilakukan di perguruan tinggi dan SMA di mana lulusan harus memiliki tingkat fleksibilitas keahlian. Mereka harus dengan mudah mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dunia kerja.

Itu artinya selain core competence, mereka harus dibekali dengan kemampuan komunikasi antarpersonal, kemampuan belajar secara mandiri, dan kemampuan untuk memanfaatkan akses informasi.

Untuk masalah yang ketiga, tentunya pemerintah harus hadir dalam meringankan biaya pada masa reskilling. Tidak hanya menggratiskan pelatihan, tetapi juga memberikan living cost selama beberapa bulan.

Jangan sampai karena beban hidup yang berat, mereka tidak bisa menempuh pelatihan baru. Padahal, kunci dalam mencari pekerjaan adalah keahlian yang sesuai dengan permintaan pasar kerja. Tentu hal ini akan menjadi beban baru bagi pemerintah.

Namun, dengan disrupsi yang semakin sering terjadi, laju pertumbuhan ekonomi hanya bisa ditopang dengan tenaga kerja yang sangat fleksibel. Ketika sebuah bidang usaha mengalami disrupsi, para pekerja harus siap beralih ke bidang baru. Fleksibilitas tenaga kerja menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun mendatang. Sound familiar?

 

Bagikan ke sosial media :