Selamat Datang di Website Resmi

SMK TEXMACO SEMARANG





Blog 09 November 2017 / Prabowo

Banyak Sumbang Pengangguran, Pemerintah Akan Evaluasi Pendidikan SMK

Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) memberi Sertifikat Lisensi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak 1 (LSP-P1) pada 237 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Melalui sertifikat lisensi LSP-P1, ratusan SMK rujukan ini dapat menyelenggarakan uji kompetensi profesi bagi siswa SMK di sekitarnya.

"Persoalan sertifikasi adalah salah satu yang eksplisit diminta untuk ditangani. Ini adalah langkah awal untuk meningkatkan kualitas lulusan," kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Hamid Muhammad di Yogyakarta, baru-baru ini.

Peningkatan kapasitas SMK menjadi LSP-P1 selaras dengan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait revitalisasi pendidikan vokasi. Melalui sertifikasi oleh LSP-P1, menurutnya, tingkat keterukuran pencapaian kompetensi calon tenaga kerja yang dididik di SMK akan semakin baik dan sesuai dengan kebutuhan dunia Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI).

"Kami berharap pengakuan terhadap lulusan SMK semakin meningkat, sehingga jumlah peningkatan kebekerjaan lulusan SMK juga semakin baik," katanya.

 

Sesuai dengan Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dan Keterampilan, pihaknya terus melakukan penyelarasan antara SMK dengan DU/DI agar terwujud keterkaitan dan kesesuaian (link & match). Sejak tahun 2015, sebanyak 469 SMK telah menjadi LSP-P1.

Asisten Deputi Pendidikan Menengah dan Keterampilan Kebekerjaan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Raden Wijaya Kusumawardhana menekankan pentingnya sertifikasi dalam persaingan di era globalisasi.

"Tenaga kerja yang berdaya saing dan terampil menjadi prioritas output dari institusi pendidikan dan pelatihan vokasi. Fokus diklat vokasi terletak pada mutu dan relevansi materi agar sesuai dengan dunia usaha dan industri yang terus berkembang," kata Wijaya.

Malam ini, Sertifikat lisensi LSP-P1 diserahkan Dirjen Dikdasmen dan Kepala BNSP kepada perwakilan dari 14 SMK; di antaranya SMK Negeri 1 Losarang Indramayu, SMK Pekerjaan Umum Negeri Bandung, SMK Negeri 1 Jogonalan, SMK Negeri 2 Semarang, SMK Cokroaminoto 1 Banjarnegara, SMK Widya Praja Ungaran, SMK Negeri 7 Surakarta, SMK Islam 2 Durenan Trenggalek, SMK Negeri 1 Kepanjen, SMK Negeri 1 Bagor Nganjuk, SMK Negeri 2 Trenggalek, SMK Muhammadiyah 1 Nganjuk, SMK Negeri Ngadirojo, SMK Negeri 2 Ponorogo.

Skema Sertifikasi KKNP

 

Pada kesempatan yang sama dilakukan juga Penandatanganan 48 Skema Sertifikasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Level 2 dan 3. Sampai saat ini, Kemdikbud dan BNSP telah menghasilkan 73 skema dari target 142 skema KKNI level 2 dan 3.

Ketua BNSP, Sumarna F. Abdurrahman menyampaikan sesuai amanat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 adalah melakukan sertifikasi lulusan SMK, sertifikasi guru SMK, dan sertifikasi lisensi LSP. Namun, BNSP saat ini mulai berfokus pada upaya penjaminan mutu sertifikasi yang diberikan.

"Kita memulai dengan pengembangan skema. Karena skema terkait dengan materi pembelajaran dan materi uji kompetensinya. Materi uji kompetensi di semua SMK untuk bidang yang sama di seluruh Indonesia akan sama dan terjamin kualitasnya," jelas Ketua BNSP.

Evaluasi Kelayakan SMK

 

Dalam sambutannya, Dirjen Dikdasmen mengungkapkan tingginya angka pengangguran dari lulusan SMK. Hal tersebut menurutnya disebabkan oleh ketidakselarasan kebutuhan antara kebutuhan dengan bidang keahlian yang tersedia, jumlah lulusan, dan kualitas atau kompetensi para lulusan SMK dengan DU/DI.

"Ketidakselarasan ini yang menyebabkan banyaknya lulusan SMK tidak terserap di dunia kerja," tuturnya.

Menurut Hamid, indikator kesuksesan SMK adalah tingkat kebekerjaan lulusan, bukan jumlah peserta didik atau rombongan belajar. "Minimal 80 persen peserta didiknya terserap di industri atau merintis usaha," pesannya kepada pada Kepala SMK yang hadir.

Ditegaskannya, Kemdikbud telah meminta pemerintah daerah melalui dinas-dinas pendidikan untuk melakukan evaluasi terkait penyelenggaraan SMK. Kelayakan SMK tersebut akan dinilai dari kondisi guru, fasilitas belajar, kegiatan pembelajaran yang sesuai standar, dan kemitraan dengan DU/DI. SMK yang tidak memenuhi kelayakan akan diberikan waktu untuk segera menyesuaikan diri.

"Pilihannya dua, digabung, atau menjadi satuan pendidikan lain, seperti kursus," pungkasnya.

Bagikan ke sosial media :